TINTAJABAR.ID, GARUT - Gelombang besar perjalanan masyarakat desa menuju Jakarta terus mengalir dari berbagai daerah di Indonesia. Rombongan warga, perangkat desa, hingga koordinator aksi dari berbagai provinsi bergerak serentak untuk menyuarakan penolakan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, yang dinilai berpotensi melemahkan peran desa serta menghambat pelayanan dasar kepada masyarakat.
Sejak dini hari, bus-bus yang mengangkut warga desa berangkat dari berbagai kabupaten di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Nusa Tenggara. Mereka menempuh perjalanan ratusan hingga ribuan kilometer dengan satu tekad: menyampaikan aspirasi agar desa tidak dilemahkan oleh kebijakan yang dirumuskan tanpa melibatkan pihak yang paling terdampak, yakni masyarakat desa sendiri.
Dalam perjalanan panjang ini, masyarakat desa membawa pesan penting terkait peranwarganya is desa selama ini. Mereka menolak stigma bahwa desa identik dengan masalah atau korupsi. Menurut mereka, desa justru menjadi garda terdepan dalam menyelesaikan persoalan sosial masyarakat. Ketika ada warga sakit dan tidak mampu berobat, kantor desa menjadi tempat pertama untuk meminta bantuan. Saat terjadi konflik keluarga atau perselisihan antarwarga, perangkat desa hadir sebagai penengah. Ketika ada warga dengan gangguan kejiwaan, desa pula yang pertama mengupayakan penanganan.
Dalam situasi bencana, seperti rumah roboh akibat angin kencang, banjir, atau kebakaran, perangkat desa menjadi pihak yang pertama turun tangan memastikan warganya tidak dibiarkan sendirian.
Masyarakat desa tidak menampik adanya kekurangan dalam tata kelola pemerintahan desa. Mereka menyadari perlunya pembinaan, peningkatan kapasitas, serta perbaikan berkelanjutan. Namun menurut mereka, negara seharusnya hadir sebagai mitra yang menguatkan, bukan pihak yang memotong kewenangan desa melalui regulasi yang lahir tanpa musyawarah.
Warga desa juga mengimbau publik agar tidak terjebak dalam polarisasi akibat pemberitaan negatif yang muncul dari ulah segelintir oknum kepala desa. Kesalahan beberapa individu, kata mereka, tidak seharusnya mengaburkan kerja keras ribuan desa lain yang selama ini bekerja jujur dan penuh pengabdian. Bagi jutaan rakyat kecil, desa tetap menjadi tempat bergantung ketika mereka menghadapi kesulitan.
Hari Senin, 8 Desember 2025, menjadi momentum penting ketika perwakilan desa dari seluruh Indonesia berkumpul di Jakarta untuk melaksanakan aksi damai. Mereka hadir bukan untuk membuat kegaduhan, tetapi membawa aspirasi jutaan warga yang berharap suaranya benar-benar didengar oleh negara. Mereka menuntut agar peran desa terus diperkuat dan tetap mampu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Narasi bahwa desa bermasalah karena ulah beberapa oknum dinilai keliru dan tidak adil. Hingga hari ini, ribuan desa di Indonesia terus bekerja membangun jalan, mengelola irigasi, menggerakkan layanan sosial, mendukung pendidikan, hingga memperkuat ketahanan ekonomi masyarakat.
Desa-desa inilah yang selama ini menjadi pondasi kehidupan rakyat dan penjaga nilai-nilai kebersamaan.
Melalui perjalanan besar menuju Jakarta, masyarakat desa menegaskan bahwa mereka tidak menolak perubahan. Yang mereka tolak adalah perlakuan yang mengabaikan suara mereka. Mereka tidak menolak aturan, tetapi menolak ketidakadilan dari keputusan sepihak.
Seiring semakin banyaknya rombongan memasuki Ibu Kota, Jakarta menjadi saksi kuatnya suara rakyat desa yang menuntut keadilan dan penghargaan dari negara. Suara yang lahir dari cinta pada kampung halaman serta tekad menjaga masa depan warganya agar layak dan sejahtra.
(Agss/Red)


Posting Komentar